Tim Redaksi, Berita360.com,
Jakarta – Dalam sepekan ini muncul kabar tak sedap yang menyebut jumlah utang Indonesia mencapai angka 4700 triliun. Jumlah fantastis yang cukup menohok wajah Menteri Keuangan dan Pemerinthan Jokowi-Jk. Reaksi keras pun muncul dari Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Baca Juga :
- Tommy Kritik Jokowi, Utang Negara Hampir 4.700 Triliun?
- Stok Garam Industri Menipis, Dua Industri Ini Terancam Hentikan Operasi
Menurut Menteri, beban utang negara sekitar Rp 4.700 triliun yang dibeberkan oleh beberapa lembaga, dianggap hanya merupakan hasutan atau provokasi yang disebarkan kepada masyarakat.
Mereka yang menyebarkan ini, dinilai Menteri sebagai pihak yang tidak melihat dari berbagai aspek penilaian ekonomi secara keseluruhan. Menteri Sri Mulyani bahkan menyebut bagi mereka yang menghasut setelah melihat utangnya naik, hanya melihat dari satu sisi saja. Tidak melihat dari seluruh ekonominya.
Kata Sri Mulyani, mengelola keuangan negara tentu mulai dari prinsip-prinsipnya. Apakah baik, hati-hati, ugal-ugalan atau sembrono. Ibaratnya, seperti kesehatan manusia, kesehatan keuangan negara juga sama.
“Sesuai dengan Undang-undang, harus menjadi instrumen untuk kesejahteraan masyarakat,” kata Sri Mulyani seperti dikutip dari Grup Jawapos.com.
Menurut Dia, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) maupun utang itu, bukanlah tujuan, tetapi instrumen. Kalau dikatakan meningkat, secara nominal memang mendekati Rp 4.000 triliun. “Namun Indonesia belum akan runtuh dengan angka tersebut.” kata Sri Mulyani.
“Sebetulnya kalau kita membandingkan secara nominal, negara yang paling banyak utang, Jepang per kapita atau juga Amerika yang disebut negara adigdaya,” ucapnya.
Apakah Indonesia akan menuju ke sana? menurutnya hal tersebut tidak akan mungkin. Karena Undang-undang sudah jelas, tidak boleh utang lebih dari 60 persen produk domestik bruto. Saat ini menurutnya utang Indonesia tak lebih dari 30 persen.
Menkeu mengklaim, angka kemiskinan saat ini berada di titik terendah, yaitu 10,12 persen. Pembangunan infrastruktur juga telah berjalan di era pemerintahan Joko Widodo. Bahkan pertumbuhan ekonomi APBN mencapai 7 persen. Meski begitu, Sri Mulyani mengakui masih perlu ada dorongan beberapa instrumen lainnya agar tujuan negara tercapai.
“APBN kita gunakan untuk instrumen mendorong ekonomi, tapi tidak boleh sendirian, karena kalau jebol tujuannya tidak tercapai,” ucapnya.
Mesin instrumen lainnya yaitu konsumsi, investasi, dan ekspor yang juga harus tumbuh. Dikatakannya orang berkonsumsi apabila merasa mempunyai daya beli dan adanya kepercayaan yang terus bertumbuh. “Nah dia punya kepercayaan kalau dia lihat stabilitas. Dia lihat kalau ada kerusuhan, maka akan menabung untuk berjaga-jaga,” katanya.
Kemudian juga investor, adanya pembuatan pabrik dan penyerapan lapangan kerja dapat dilakukan apabila ada stabilitas dan prospek ekonomi. “Dan tugas Pemerintah untuk terus menjaga stabilitas,” pungkasnya.
(dho/JPC/red/berita360)