Berita360.com, Jakarta – Penderita gangguan jiwa di ibukota disebutkan membludak. Panti-panti sosial milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta saat ini melebihi kapasitas untuk menampung penderita gangguan jiwa tersebut.
Berdasarkan data Dinas Sosial DKI Jakarta, saat ini jumlah penderita gangguan jiwa atau orang gila yang ditampung di tiga panti sosial seperti Panti Bina Laras Harapan Sentosa 1, 2, dan 3 mencapai 2.962 orang. Padahal daya tampung ideal di tiga panti itu hanya 1.700 orang.
Psikolog Forensik dari Universitas Indonesia, Reza Indragiri Amriel, mengatakan, gangguan kejiwaan menjadi salah satu konsekuensi bagi setiap orang yang hidup di kota besar, terutama di Jakarta. Menurutnya, atmosfer hidup di kota besar kerap membawa dampak tersendiri bagi psikologi seseorang.
“Kota besar seperti di Jakarta, terkadang mengadirkan tekanan yang berpengaruh pada psikologi seseorang. Terlebih, kondisi pribadi seseorang yang kerap mendapatkan masalah tentu berpengaruh pada kejiwaan,” katanya di Jakarta, Selasa (18/9/2018).
Faktor lingkungan, kata dia, juga berpengaruh pada kondisi kejiwaan seseorang. Ditengah persaingan, maupun tekanan batin yang hadir ditengah masyarakat, secara tak langsung dapat memberikan pengaruh pada kejiwaan seseorang.
“Tak hanya timbul melalui persoalan seperti stress, depresi, dan beberapa hal lainnya, kondisi lingkungan kerap berpengaruh pada kejiwaan seseorang. Adanya persaingan yang negatif juga menjadi faktor yang mendatangakan tekanan bagi seseorang,” ujar dia.
Jadi Persoalan
Adapun over kapasitas orang gila mengundang perhatian DPRD DKI Jakarta. Dewan meminta Gubernur Anies segera menangani persoalan serius ini.
Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Steven Setiabudi Musa, mengatakan, banyak orang gila hingga panti-panti sosial melebihi kapasitas akan menjadi persoalan bagi Jakarta. “Apalagi bila sampai berkeliaran di jalan bisa mengganggu ketertiban umum,” ucapnya di Jakarta, Selasa (18/9/2018).
Anggota dewan yang membidangi persoalan sosial ini mengaku sudah membicarakan dengan Dinas Sosial DKI Jakarta dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta.
Selain itu, sambung Steven, akar persoalan yang menjadikan penederita gangguan jiwa juga harus dipecahkan. “Sesuai dengan data sih, mereka juga banyak dari luar Jakarta. Dari penjelasan Dinas Kesehatan DKI Jakarta, banyak hal sebagai penyebab stres seperti masalah ekonomi,” ungkapnya.
Ekonomi
Selain itu, disebutkan juga bahwasanya penyebab banyaknya penderita gangguan jiwa didominasi karena masalah ekonomi. Pengamat Politik Herdi Sahrasad, mengatakan, kemiskinan yang ada saat ini sangat luar biasa. Terlihat baginya, saat banyak sarjana yang bersaing dalam pekerjaan non-formal.
“Saya menyebutnya proses ploretalisasi ya. Dimana banyak sarjana yang curhat ke saya, melamar Gojek/Grab itu bersaing sesama sarjana. Saya menangis. Jadi ekonomi bangsa ini harus diselematkan. Perlu ada strategi yang bisa mengelah sumber daya manusia dan alam yang baik,” kata Herdi di Jakarta, Selasa (18/9/2018).
Herdi melanjutkan, perlu ada penanganan khusus kepada masyarakat miskin. Karena depresi ekonomi, baginya menumbuhkan orang berpenyakit kejiwaan.
“Sejak jaman SBY, jumlah orang gila di daerah-daerah meningkat itu karena tekanan ekonomi. Pada era pak Jokowi karena naiknya harga pangan dan energi hingga pengangguran yang luar biasa, banyak orang mengalami depresi, sakit jiwa. Dan saya mengatakan 110 juta orang yang pengeluarannya tinggi, harus disubsidi,” papar pengajar dari Universitas Paramadina ini.
Herdi menyarankan agar penantang Jokowi memberikan solusi baik untuk mau membawa orang miskin menjadi lebih baik lagi. “Karena, banyak orang yang tertekan hingga depresi. Silahkan tanya ke RS Jiwa, di pulau Jawa ini banyak,” tutup Herdi.
Sumber : harianterbit.com/sammy