Binsar Tua Ritonga, Berita360.com,
Jakarta – Indonesia adalah produsen minyak sawit terbesar di dunia, di tahun 2016 produksi sawit Indonesia mencapai 35 jt ton dan Nilai ekspor 18,1 milliar dollar AS, perolehan devisa negara dari sawit bahkan lebih tinggi perolehan dari sektor migas.
Pembeli minyak sawit dari Indonesia adalah perusahaan-perusahaan merek dunia ternama seperti Unilever, Wilmar, Procter&Gamble, Nestle dan PepsiCo.
Permintaan minyak sawit dipastikan akan terus meningkat, sinyalemen ini dipastikan menguat setelah wacana kementrian ESDM utk menyasar pemenuhan kebutuhan program B20 biodiesel dan menjadi pemasok minyak goreng utama di Asia. Pembangunan Kawasan Ekonomi khusus kelapa sawit di Sumatera Utara, sumatera selatan dan Kalimantan Timur juga menandakan dukungan Pemerintah terhadap ekspansi industri kelapa sawit.
Dukungan dan perlindungan pemerintah terhadap industri sawit sama sekali tidak dibarengi dengan kebijakan-kebijakan penting terkait perlindungan ketenaga kerjaan untuk buruh perkebunan sawit.
Regulasi yang mengatur perkebunan dan pembahasan seputar RUU Perkelapa sawitan, reforma agraria, sistem sertifikasi kelapa sawit berkelanjutan ( ISPO) serta berbagai perundangan terkait kelapa sawit, secara eksplisit tidak menyentuh persoalan – persoalan penting mengenai perlindungan tenaga kerja dan jaminan hak-hak buruh perkebunan.
Direktur Eksekutif Oppuk, Herwin Nasution memaparkan bahwa Undang – Undang no. 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan terbukti tidak memadai untuk melindungi buruh perkebunan sawit yang rentan.
“UU Ketenagakerjaan sering kali digunakan oleh pihak perusahaan untuk menjustifikasi praktek eksploitasi terhadap buruh diperkebunan sawit.” Jelas Herwin Nasution saat diskusi Masyarakat sipil Indonesia untuk solidaritas Buruh Perkebunan sawit, di Jakarta, Kamis (18/05/17).
Dia menyebutkan bahwa banyak bukti dari hasil investigasi lembaganya, memperlihatkan praktik-praktek eksploitasi buruh diperkebunan, diantaranya, target kerja yang tidak manusiawi, praktek upah murah, hubungan kerja rentan (prekarius) bentuk kerja paksa, tidak ada pengawasan maupun penegakan hukum terhadap pelanggaran ketenagakerjaan, serta pemberangusan Serikat Pekerja Buruh.
“Eksploitasi buruh perkebunan sawit ini tidak jauh berbeda dari kondisi zaman kolonial dan bertentangan dengan semangat konstitusi UUD 1945 dan dasar negara Pancasila.” Kata Herwin Nasution.
Selain itu, Indonesia telah meratifikasi semua konvensi – konvensi ILO namun tidak ada satupun konvensi khusus perkebunan yg sudah diratifikasi oleh Indonesia. Di perundangan nasional, Indonesia masih belum memiliki peraturan perundangan khusus perlindungan buruh perkebunan tegasnya. (Bin/Berita360)